Jumat, 23 Januari 2009

Kursi dalam bus

Dulu, waktu aku kuliah di Yogyakarta, aku sering memanfaatkan bus kota sebagai sarana transportasi. Bukan untuk ke kampus, karena jarak kost dan kampusku cukup kutempuh dengan jalan kaki selama kurang lebih 15 menit saja. Aku baru memanfaatkan bus kota bila aku bepergian ke tempat lain yang tidak mampu kujangkau dengan jalan kaki. Ke Malioboro misalnya.

Tapi untuk pulang kampung, aku paling sering menggunakan bus daripada travel ataupun kereta api. Alasannya cuma satu : bus bisa berangkat sewaktu-waktu dan aku bisa mendapatkannya dimana saja aku mau.

Seringnya sih, aku naik bus dari terminal, sehingga aku bisa memilih tempat duduk. Tapi suatu kali, aku naik bus dari Janti karena aku tidak sempat lagi ke terminal. So, waktu aku naik ke bus..., ampun... penumpangnya udah penuh! Tidak ada kursi tersisa untukku. Jadinya aku berdiri deh... Nyesel banget gak bela-belain ke terminal untuk bisa dapatkan tempat duduk yang nyaman. :(

Untung saja, aku berdiri tidak lama, karena ada seorang bapak yang turun di Klaten. Siip lah, buru-buru aku duduk di tempat bapak itu tadi. Lega banget rasanya bisa duduk karena membayangkan berdiri terus sepanjang perjalananan sungguh sangat tidak menyenangkan.

Belum lama aku duduk, naiklah seorang ibu yang sudah cukup tua ke dalam bus. Ibu itu tengok kanan kiri cari tempat duduk, dan tidak berhasil menemukannya. Saat itu dalam hatiku muncul keinginan untuk memberikan tempat dudukku padanya, tapi aku ragu melakukannya.

Keraguanku disebabkan oleh rasa "enggan" yang muncul dalam hatiku, enggan dianggap oleh orang lain sok baik. Keraguanku yang kedua karena mengingat perjalananku yang masih jauh. Kemudian aku melihat beberapa lelaki muda yang duduk beberapa kursi di depanku. Mereka yang seharusnya berdiri memberikan tempat pada ibu itu, kata hatiku mencoba menutupi rasa bersalahku.

Tapi ternyata tak satupun penumpang bus yang berdiri dan memberikan tempat pada si ibu tadi. Kemudian aku teringat pada ibuku. Aku membayangkan, jika seandainya ibu itu adalah ibuku yang naik bus ke Yogya untuk menemui aku. Dan ternyata selama perjalanan dari Madiun - Yogya tidak ada yang memberikan kursi padanya. Aduh..., betapa sedih hatiku.

Makanya, aku kemudian segera berdiri dan memberikan kursiku padanya. Ibu itu tersenyum lega dan mengucapkan terima kasihnya padaku. Ternyata, bukan ibu itu saja yang merasa lega, akupun merasakan kelegaan yang sama. Aku berharap agar apa yang aku lakukan pada saat itu akan mendapat balasan pada ibuku kelak. Semoga saja suatu saat apabila ibuku berada di tempat umum dan memerlukan bantuan orang lain, ada orang yang dengan sukarela mengulurkan bantuan.

Ya Allah..., aku malu dalam hati. Untuk berbuat baik saja, aku masih memikirkan komentar dan pandangan orang. Untuk berbuat baik saja aku masih harus berpikir seribu kali. Sementara waktu aku tetap duduk dan belum memberikan bantuan pada ibu itu, aku malah tidak berpikir tentang pendapat dan pandangan orang lain..., karena semua melakukan hal yang sama : tidak perduli.

Ya Allah..., semoga ingatan akan kejadian itu dapat membantuku untuk berbuat baik kepada orang lain, tanpa perlu memikirkan apa pendapat dan pandangan orang lain.

4 komentar:

  1. untuk sebuah kebaikan, sering terlalu banyak rintangan, tapi diseberang itu, kemuliaan menunggu... hayooo mau bagaimana.. jalanin aja apa yang kamu yakinin...
    salam kenal... yah...

    BalasHapus
  2. Aku setuju banget tuh..! Memang tidak mudah, tapi memang kita sebaiknya jalanin apa yang kita yakinin. Thanks udah mampir... Salam kenal balik.

    BalasHapus
  3. Bener Mbak ..
    Selama kita menebar kebaikan, maka kebaikanlah yang akan datang pada kita ..

    *nyambung gak ya?? pede agh .. *

    BalasHapus
  4. @kuyus : semoga kita selalu ingat saja kata-2 sakti itu, ya mbak. Cuma kadang-2 kita suka lupa hehehe.

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)