Rabu, 11 Februari 2009

Protes seorang teman

Protes sekarang muncul dimana-mana. Setiap hari aku melihat, mendengar dan membaca tentang orang-orang yang protes. Protes berawal dari rasa tidak puas dan juga kecewa . Hal yang bisa membuat orang protes macam-macam. Ada yang tentang harga sembako yang melangit, minyak tanah yang sulit dicari, biaya hidup yang makin melambung tinggi sampai pada protes atas kekalahan jagonya dalam pilkada. Atau bisa juga karena nilai anaknya jelek di sekolah....

Semua orang memang berhak menyuarakan pendapatnya . Semua berhak untuk menyampaikan kekesalannya . Asal semua dilakukan dengan baik-baik dan tidak merugikan orang lain. Setelah semua protes dijalankan dengan baik, sesuai aturan dan tidak merugikan orang lain, tinggal bagaimana protes itu diterima dan ditindaklanjuti bukan ? Untuk menerima protes memang relatif lebih mudah, tapi untuk menindaklanjuti protes itu butuh waktu. Yah, setidaknya perlu dibicarakan dulu solusinya matang-matang, dicarikan alternatif pemecahannya serta diperhitungkan baik buruknya. Baru kemudian diambil keputusan, entah itu keputusan yang sejalan dengan hasil yang ingin didapat dari dilakukannya protes ataupun sebaliknya.

Apapun hasilnya...., yang penting orang-orang yang sudah memberanikan diri untuk bersuara dan menyampaikan protes mereka merasa lega bukan? Karena apa yang menjadi uneg-uneg udah bisa tersalurkan. Lebih lega lagi kalau hasilnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari protes itu. Mak plong rasane

Tapi bagaimana kalau kita yang dapat protes itu? Nah lo, kita juga harus memikirkan protes itu bukan? Setidaknya kita juga harus tahu kenapa kita diprotes dan apa yang sejatinya diprotes.

Ceritanya, beberapa hari yang lalu seorang teman protes padaku. Gara-garanya dia baca postinganku yang berjudul Rambut dan Orang Misterius. Sewaktu baca postinganku itu, dia terkejut sekali dan langsung angkat telpon untuk menelponku.

"Assalamu'alaikum..." suara temanku terdengar dari HP yang aku pegang

"Wa 'alaikum salam. Ada apa ? Gak biasanya nih nelpon aku," jawabku

"Wah mbak, aku baru baca postingane yang cerita tentang orang misterius itu."

"Lalu...?" tanyaku ingin tahu

"Aku jadi gak enak mbak, soalnya yang kemarin SMS ngaku sebagai orang misterius itu sebenarnya aku, mbak."

"O.... gitu. Ya gak apa-apa. Terus ngapain?"

"Aku gak enaknya kok sms-ku kemarin itu disangkut-sagkutkan dengan sms iseng pas bulan puasa yang lalu. Aku kan jadi merasa dituduh nih..." jelasnya.

"Hahaha. Ya enggak lah, karena aku gak tahu aja siapa yang sms aku waktu aku habis potong rambut kemarin, makanya aku kira pelakunya sama dengan pelaku sms iseng pas puasa kemarin. Soalnya sama-sama misterius sih," jawabku membela diri

"Ya.., tapi aku kan gak enak mbak..." katanya lagi

"Yang penting aku sudah tahu kalau yang iseng godain aku kemarin kamu. Dan aku gak akan edit postinganku itu ya,"

"Oke kalo gitu. Ya udah ya mbak. Assalamu'alaikum"

"Wa' alaikumsalam.." kataku menutup pembicaraan

2 hari kemudian saat aku ketemu dengan teman tadi, dia menanyakan kenapa kok postinganku belum diedit juda. La, seingatku waktu telpon malam itu aku udah bilang kalau aku gak akan edit postinganku itu. Ternyata, pas telpon-telponan ma aku malam itu, yang didengar dia adalah aku mau edit postingan itu. Oalah....

Ternyata, beberapa hari kemudian dia protes lagi padaku tentang keenggananku untuk edit postingan itu. Saat itu aku cuma ketawa-tawa aja. Tapi lama-lama aku pikir , mungkin aja dia gerah juga karena dalam postingan itu dia aku samakan dengan si orang misterius yang kirim sms iseng saat puasa lalu. Padahal dalam postingan itu aku tidak menyebutkan nomor HPnya dan tidak menyebutkan identitas apapun tentang si orang misterius (ya iyalah, sebagai orang misterius aku gak tahu identitasnya sama sekali dong). Ternyata temanku terganggu juga. Mungkin dalam benaknya muncul pertanyaan, jangan-jangan aku masih mempercayai bahwa dia dan orang misterius pada bulan puasa yang lalu adalah orang yang sama.

Karena aku ingin membuat temanku itu tersenyum lega maka aku membuat postingan ini. Aku udah bilang bahwa aku gak akan edit postingan lamaku dulu, tapi demi menghargai protes temanku, maka penjelasan dalam postingan ini setidaknya bisa melegakan hatinya. Setidaknya temanku tahu bahwa aku tidak menuduhnya yang melakukan sms iseng pada bulan puasa yang lalu. Win - win solution lah....

Jadi, sekarang semua bisa tersenyum puas....


6 komentar:

  1. teman alangkah baikna ngasih saran ketimbang protes ... walaupun kadang saran itu suka di anggap ejekan bahkan penghinaan :(

    BalasHapus
  2. @aRai : yach setidaknya sekarang temanku bisa senyum lagi... :)

    BalasHapus
  3. ya dan setidaknya, dia belajar gak iseng iseng lagi nelpon orang. he he he ..
    Ya itulah resikonya nelpon orang tapi gak membuka identitas diri. Kalau mau disambut dengan kehangatan, ya harus jujur juga, jadi gak akan ada protes sana sini.

    Loh kok jadi melebar iki topiknya?? aku ngomong apa to tadi barusan?? *halah*
    :))

    BalasHapus
  4. @kuyus : nah... betul sekali tuh. Aku setuju dg mbak kuyus. :)

    BalasHapus
  5. teman tuh bisa dikatan teman adalah yang mau kasih saran ,yang suka mencela tuh bukan teman ko

    BalasHapus
  6. @mrpall : yang melegakan hatiku setidaknya dia udah tahu kalo aku menanggapi protesnya. Hehehe...

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)