Selasa, 25 Mei 2010

Beasiswa

Minggu kemarin, di Tempo Interaktif ada berita yang menarik perhatianku. Seorang pembina di Yayasan Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Hendra Kwee (30 tahun) diberitakan mendapatkan pengalaman yang menyesakkan dada pada tahun lalu. Hal itu dialaminya pada saat dia bermaksud membantu anak didiknya di TOFI (yang menjadi jawara Olimpiade Fisika di tingkat Asia) agar mendapatkan beasiswa di ITB. Ternyata, prestasi anak didiknya itu tak serta merta menjadi jaminan bisa menikmati beasiswa untuk bisa menuntut ilmu di perguruan tinggi terbaik di negeri ini.

Saat Hendra menyampaikan maksudnya, seorang pejabat di Kementrian Pendidikan Nasional meminta agar anak tersebut masuk kuliah dulu, setelah itu baru mengajukan beasiswa. Menurut salah seorang pejabat dalam Kementrian Pendidikan Nasional, pemberian beasiswa di Tanah Air harus melalui prosedur yang ada. Hal itu dilakukan karena Pemerintah tak mau kecolongan. Sebab, ada kalanya terjadi si penerima beasiswa ternyata kuliah di kampus lain, atau bahkan tidak mengikuti kuliah sementara uang telah digelontorkan. Padahal uang beasiswa itu adalah uang negara sehingga harus bisa dipertanggungjawabkan.

Bagi Hendra, doktor fisika dari College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat, 'penolakan' dari Kementrian Pendidikan Nasional itu terasa sangat menyakitkan. Dia merasa prestasi anak didiknya tak dihargai. Ia tak habis mengerti, seorang peraih medali emas kompetisi pelajar tingkat Asia, yang sudah mengharumkan nama negara, harus berjuang sendiri untuk bisa kuliah di dalam negeri. Apalagi mengingat betapa mahalnya biaya pendidikan di Tanah Air dan selain itu tak semua anak-anak yang berprestasi dan cemerlang itu berlatar belakang sosial ekonomi yang cukup. Bahkan bukan tak mungkin jika para jawara dalam olimpiade itu bisa saja tak mampu melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi hanya gara-gara terkendala biaya. Jika untuk mendaftarkan diri ke PTN saja sudah tak ada biaya, bagaimana mereka bisa menjalani perkuliahan sebelum mereka bisa mendaftarkan diri untuk mendapatkan beasiswa ? Padahal menurut Hendra, di universitas luar negeri manapun beasiswa akan diberikan sejak murid itu mendaftar.


Sementara pengalaman Hendra saat kuliah di ITB 13 tahun yang lalu memberinya pemahaman yang berbeda tentang beasiswa di Tanah Air. Dia melihat, para penerima beasiswa di Tanah Air tak lantas bisa tenang karena mereka harus berutang kanan-kiri sebelum uang beasiswa cair. Biasanya pencairan beasiswa itu molor lima bulan. Pengalaman temannya itulah yang membuat Hendra tak tertarik mengurus beasiswa untuk dirinya sendiri, meskipun ia adalah jawara olimpiade fisika pada 1996.

Kondisi-kondisi seperti itu yang membuat Winson Tanputraman, 17 tahun, peraih medali emas Olimpiade Fisika tingkat Asia di Thailand tahun 2009 mengambil keputusan untuk masa depannya. Dia lebih memilih mengajukan beasiswa dan kuliah di National University of Singapore mulai Juni nanti. Menurutnya, semua biaya kuliah dan biaya hidupnya sudah ditanggung oleh kampus itu.

Ketua Yayasan TOFI Profesor Yohanes Surya mengaku terpaksa tak lagi mencampuri keikutsertaan Indonesia dalam Olimpiade Fisika tingkat internasional tahun depan. Yohanes terpaksa hanya bisa mengikutkan anak didiknya di olimpiade tingkat Asia. Menurut pengakuan Yohanes, selama ini dana dari pemerintah tidak selalu tersedia dan kegiatan TOFI lebih banyak didanai oleh sponsor.

Mau tak mau, berita di atas membuatku miris. Aku merasa gelisah, membayangkan Indonesia kehilangan aset yang berharga di masa yang akan datang. Jika anak-anak cemerlang dari Tanah Air lebih diterima dan diakomodir kebutuhannya oleh negara lain, maka tak akan menuntut kemungkinan jika setelah mereka lulus maka kepandaian mereka akan dimanfaatkan oleh negara-negara itu. Seperti BJ Habibie..., yang kepandaiannya lebih diakui di Jerman daripada di Indonesia.

Sementara yang aku tahu Yohannes Surya sendiri telah mengorbankan kehidupannya yang mapan di USA, dan memilih tinggal di Tanah Air demi cita-cita untuk memajukan generasi muda. Bahkan, hanya agar tak tergoda untuk kembali pada kemapanan hidup di USA, Greencard yang dimilikinya terpaksa dihancurkannya.

Tak sedikit upaya yang telah dilakukan oleh Yohannes Surya dalam beberapa tahun ini. Telah banyak bibit unggul dari daerah yang berhasil dalam pembinaannya, bahkan pelajar-pelajar dari Papua bisa menunjukkan kecemerlangan mereka setelah mereka dibina olehnya, meskipun mereka berlatar belakang kehidupan yang miskin. Berkat tangan dinginnya, nama Indonesia telah berkibar dalam berbagai ajang olimpiade fisika. Sayang sekali, jika ternyata semua yang dilakukannya itu kemudian sia-sia...

Sekedar informasi, bahwa alokasi dana beasiswa Kementerian Pendidikan Nasional tahun ini sebesar Rp 1,5 triliun. Dana itu direncanakan untuk membiayai lebih dari 3 juta siswa dan mahasiswa kurang mampu. Selain itu kementerian juga telah menyiapkan Program Beasiswa Bidik Misi sebesar Rp 200 miliar untuk 20 ribu mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Semoga saja beasiswa itu mampu membuat masa depan generasi muda yang semula tampak gelap menjadi terang benderang. Semoga saja beasiswa itu membuka harapan yang semula layu termakan ketiadaan biaya.Amin.


*dari berbagai sumber*

40 komentar:

  1. memalukan yah.. tidak menghargai prestasi anak bangsa.. mungkin menunggu protes yg disebar dari berbagai media baru akan diperhatikan lg masalah ini oleh pemerintah mbak..

    BalasHapus
  2. bagaimana dengan orang yang mampu dan pintar bu..? apakah mereka juga berhak atas beasiswa itu..? sampai sekarang masih jadi tanya dalam benakku...

    BalasHapus
  3. entah kapan pemerintah 'benar-benar peduli' dengan masa depan anak2 bangsa

    BalasHapus
  4. Benar Mba.... miris, sepertinya negri kita ini lebih menghargai orang orang yang sekiranya bakal pintar menjilat dan ahli korupsi. Bingung deh kek nya fisik lebih diperhatikan daripada otak. Tulisannya bagus mba.

    BalasHapus
  5. Aduh mbak Reni, saya ikut miris membacanya. Iya, pak yohanes itu berjasa bgt karna tlah mengangkat anak2 bangsa hingga ke prestasi puncak. Apalagi saat saya tau kisahnya george saa, anak papua yang menang nobel di prancis, ckckck..ternyata anak2 negri ini sungguh luar biasa.
    Apa jadinya bila pemerintah, khususnya kementerian pendidikan berlaku timpang terhadap kenyataan ini?

    BalasHapus
  6. Moga2 aja mahasiswa Indonesia bermental Baja karena masih mau kuliah aja sudah banyak masalah yang dihadapi, sehingga jika sudah lulus akan menjadi Alumni yang Hebat yang bisa merombak birokrasi di Indonesia.

    BalasHapus
  7. yah memang miris.... begitu juga yang saya dan kawan kawan saya lihat pakai mata kepalasa saya sendiri mba... ketika di nagoya... byk warga indonesia( Putra bangsa ) yg lebih memilih menetap di nagoya ,karena pihak pemerintah setempat benar benar menghargai yg namanya ilmu pengetahuan..dan menjamin kehidupan mereka,ini menjadi pelajaran penting untuk pemerintah indonesia ,yang cenderung masih cuek sama yang namanya ilmu pengetahuan dan tidak menghargai warga yang berprestasi .........

    BalasHapus
  8. kita sehati mba,..aku sedang asyik membaca catatan2 di blognya mba reni...ada notifikasi ke emailku mba sdg main d rmhku juga heheh....

    BalasHapus
  9. maaf mba,...baru berkunjung,padahal kangen jg main2 ke blognya mba reni ^^

    BalasHapus
  10. Banyak orang cerdas di republik ini yang terpaksa hengkang mengambil beasiswa dari luar, dan setelah memiliki pengetahuan mereka tidak mau pulang dengan alasan kurang adanya penghargaan dari pemerintah atas kemampuan yang dimilikinya.
    Tragis memang. Bangsa ini masih menghargai otot daripada otak. Lihat saja "uang kadeudeuh" buat olahragawan lebih besar daripada buat ilmuwan yang sudah mengharumkan negeri.
    Sedih mbak....

    BalasHapus
  11. semoga saja semua anggaran yang tercatat itu tersalurkan utuh ke tangan orang yang berhak mendapat beasiswa, iya semoga UTUH. kayak gak tau negeri ini aja, sampai kebawah, anggarannya sudah disunat...

    BalasHapus
  12. maklum, kalo cari gratisan (lewat beasiswa dalam negeri) harus makan waktu dan birokrasi yang berbelit :)

    BalasHapus
  13. beasiswa memang sangat membantu, terutama bagi mereke yg benar2 kurang mampu.. tapi... (kalau di negeri ini sering ada tapinya sich..he..he..)

    BalasHapus
  14. jangankan beasiswa mbak, lha wong yang sudah bener-bener lulus kuliah aja diterlantarkan kog, he he kalau saya tidak miris, tapi benci!!!!

    BalasHapus
  15. mari, sama2 mengawalnya.. :-)

    BalasHapus
  16. Ini mah kelas berat, setor nama ajah ya...

    BalasHapus
  17. makanya byk orang2 pintar negara ini lbh memilih ke luar negeri, di sini ilmu mereka ngga dihargai sama sekali...

    BalasHapus
  18. Rp 1,5 triliun, hmmm...entah jumlah angka itu sedikit atau justru banyak untuk pengalokasian beasiswa. Hanya bisa berharap semoga saja EFEKTIF dan tepat sasaran.

    BalasHapus
  19. kunjungan pagi sobat,,,
    selamat pagi,, :)

    BalasHapus
  20. Iya mbak..jujur negara kita sulit untuk membantu orang pintar untuk maju..malahan yg ada sering disingkirkan..dgn hal itulah banyak putra putri bangsa ini yg pintar-pintar di mengapdi di negara lain yg lebih menghargai kepintaran mereka..

    BalasHapus
  21. ya terkadang orang kita memang gt. memanfaatkan keadaan. bisa dibilang. maju kena mundur kena juga. entah prosedurnya itu gmn..

    BalasHapus
  22. Hmmm..sedih kadang kalau memikirkannya, mengapa ya tidak ada yang perduli untuk hal2 ini.

    BalasHapus
  23. wah rame banget...
    salam kenal ya all...

    BalasHapus
  24. ketika untaian birokrasi masih panjang tergelar....

    BalasHapus
  25. aku malah belom pernah sama sekali ngerasain bea siswa... ( lha wong bodo ) :)

    BalasHapus
  26. hmmmmmmmmmm
    terlalu panjang birokrasinya mba
    di tempatku juga bertele-tele

    BalasHapus
  27. Kalau aku punya duit yang banyak
    aku mau mba biayain sekolah untuk mereka yg jenius tp tidak memiliki biaya >,<

    BalasHapus
  28. yang penting berprestasilah mengharumkan nama bangsa, g sah mengharap yang lain

    BalasHapus
  29. waaah....hebat...selamat yach...

    BalasHapus
  30. sebel mbak kalau bahas soal "ketidakpedulian" pemerintah kita...cuma bisa berharap dan berdoa moga ada perubahan kedepannya.

    BalasHapus
  31. hem realitasp pendidikan kita yang diribetkan oleh sistem birokrasi yang ruwet... itulah napa saya males berhubungan dengan tetek bengek birokrasi

    BalasHapus
  32. ::: jadi ingat, aku pernah gagal dapat beasiswa ^-^v

    BalasHapus
  33. di level terendah sampai tertinggi, beasiswa memang patut diberi dikedepankan. Kita berharap para pengelola benar2 bisa dipercaya, krn kalo tdk, yang kena getahnya adalah para calon penerima beasiswa yg dipersulit

    BalasHapus
  34. memang aneh negeri ini koq anak-anak yg mengharumkan nama negeri kurang di hargai,sampe2 buat beasiswa aja pelit banget

    tapi buat para koruptor malah di manja banget baik hukuman ataupun penjaranya

    BalasHapus
  35. kok bisa seperti itu yah??
    mereka lbih d hargai d luar dripada d dlam negrinya sendiri ...
    bnar-bnar memalukan,

    trimakasih info.a :)

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)